Perpisahan
Mengajarku Arti Hadirmu
“Mengapa waktu berjalan begitu cepat? Dapatkah masa-masa indah itu terulang kembali?
mengapa kamu begitu cepat menjauh dariku? Mengapa kamu pergi tanpa memberi
kesempatan bagiku untuk menyampaikan penyesalanku karena tidak pernah
menghiraukan kehadiranmu?” Seringku
berpikir aku adalah orang yang jahat bagimu. Akupun tak jarang menyalahkan
diriku sendiri “mengapa aku tak menganggapnya, mengapa perhatianku hanya
tertuju pada orang lain yang belum tentu saat itu memiliki perasaan yang sama
denganku?” pertanyaan ini selau muncul
dalam benakku. Sifat yang pendiam dan
tetutup itulah yang ku kenal dari dirimu. setiap tingkah lakumu membuatku
selalu berpikir ”apa yang dimaksudnya?” Hal ini membuatku terperangkap dalam
ketertutupan dirimu, sehingga membawaku untuk memulai sebuah cerita hidup yang
tidak pernahku tahu akhirnya. Sifat ini juga yang membuatku terpuruk dalam
suatu penyesalan besar dalam hidupku dimana arti kehadiranmu tidak pernah
kutanggapi sebelumnya. “Haruskah aku menyalahkanmu karena kamu tak pernah
mengakui perasaanmu itu?, atau aku yang tidak pernah menyadarinya? Hingga
akupun harus tetap memendam perasaanku? Akankah kita akan mendapatkan
kesempatan kedua? Atau takdir menginginkan kita untuk hanya dapat memendam rasa
ini?”
Sinar matahari pagi,
secara langsung mendarat di mataku, seakan ingin menyadarkanku dari tidur. Hari
ini adalah jadwalku untuk masuk kuliah, dan bahkan hari ini aku akan
mempresentasikan hasil tugasku. “Miranti...Miranti..” terdengar suara ibu yang
memanggilku sekedar mengingatkanku agar tidak terlamabat. Dengan segera aku
mempersiapkan segala keperluanku. “Miranti sarapan dulu!” seru ibu dari ruang makan,”Tidak
perlu bu, Miranti makan diluar saja, aku hampir terlambat” balasku dengan
tergesa-gesa. Akupun pergi ke kampus dengan berlari-lari kecil.
“Miranti, kenapa kamu
terlambat?” tanya dosenku dengan tatapan marah, “maaf bu, tadi malam saya
mengerjakan tugas hingga larut malam dan paginya saya terlambat bangun” balasku
dengan suara terbata-bata. “Sebagai hukumannya kamu orang pertama
mempresentasikan hasil tugasmu!”seru dosen tersebut “Baik bu” jawabku. Akupun mempresentasikan
tugasku dengan percaya diri. “Uhm...akhirnya selesai tugasku” gumamku dalam
hati.
Ditengah perjalanan
pulang, dengan tak sengaja mataku tertuju pada seorang pria yang tampaknya tak
asing bagi ku. “Apakah itu dia?” tanya ku dalam hati, tapi kembali ku berpikir
itu mustahil, karena ku tahu dia tidak mungkin berada di sini. Selama
perjalanaan pulang ke rumah aku memikirkan hal yang sama. Pria tersebut kembali
mengingatkanku akan masa lalu yang
selama ini membuatku terpuruk
dalam penyesalan. Perasaan tersebut membuat ku ingin kembali mengenang
peristiwa di masa lalu. “ku ingin kembali melihat tempat itu” ucapku dalam
hati, aku sendiri bingung dengan perasaanku, selama ini aku sangat tidak ingin
mengunjungi tempat itu, karena hanya akan menambah rasa penyesalanku, akupun
termenung dalam pemikiranku hingga membawaku telelap dalam tidur.
Hari itupun datang, hari
dimana ku akan melihat kembali kisah yang penuh tanda tanya dan bahkan
meyesakkan hati dengan harapan aku dapat melihatnya disana, meskipun ku tahu
itu jauh dari mungkin. Sejak terbitnya matahari pagi akupun telah bergegas
mempersiapkan diri, selama perjalanan sempat muncul keraguan dalam benakku,
namun aku berusaha untuk menghilangkannya. Perasaanku semakin tak menentu, saat
aku mulai mendekati tempat itu. Tempat aku menerima pendidikan menjadi tempat
yang sangat berkesan dalam hidupku.
Kulangkahkan kaki menyusuri
lorong sekolah yang sangat tidak asing bagiku, aku merasakan semua sisi dari
sekolah ini menyimpan kenangannya tersendiri. Kembali kulangkahkan kaki ku
hingga langkahku terhenti tepat di ruangan kelasku dulu. “ ini masih sama persis
seperti yang dulu” ucapku. Hal ini membuatku semakin teringat akan kisah masa
laluku. Sejenak akupun terdiam merenung semuanya, semua kejadian di masa ku bersekolah,
seolah-olah tergambar jelas.Tidak sadar aku mulai meneteskan air mata saat ku
mengingat semuanya, berulangkali aku mengusapnya, namun kembali mengalir.
Berada di tempat ini membuat rasa penyesalanku semakin mendalam.
Tiba-tiba dari luar,
terdengar langkah kaki seseorang, hal tersebut sempat membuat ku ketakutan
“Bukankah hari ini hari libur?” pikirku. “Siapa kamu?” terdengar suara dari
belakang. Akupun membalikkan badan, dan tampak didepan ku seorang Pria dengan
tubuh tinggi dan tegap sambil membawa sebuah surat di tangannya. “Bukankah dia
Pria yang tadi?” tanya ku dalam hati. “Maaf saya hanya berkunjung di sini, dan
saya tidak akan membuat kekacauan” ucapku, pria tersebut hanya menatapku tanpa berkata
apapun. “Saya akan segera pergi” lanjutku. Akupun melangkah untuk pergi. “ Apa
kamu masih mengingat tempat ini hingga kamu datang ke sini? Tanya pria
tersebut. Seketika langkahku pun terhenti saat mendengar hal tersebut. “Apakah
tempat ini menyimpan kenangan yang bagimu?, Apakah kamu masih mengingat senda
gurau 2 anak yang duduk di kursi paling belakang, Miranti?” Lanjut pria
tersebut. Mendengar semua pertanyaan yang diucapkan pria tersebut, aku tidak
dapat berkata apapun, tubuh ku terasa kaku, hanya air mata yang terus mengalir
mengingat semua kejadian yang diceritankanya. “Apakah haparanku akan terwujud?
Apakah dia Harry?” Ucapku dengan suara pelan. “Apakah kamu tidak berani
menatapku Miranti?”. Akupun memberanikan diri dan membalikkan badan, “Aku
Harry” ucapnya “Harry?” balasku. “Ya aku Harry, teman sekelasmu yang duduk di
depanmu di kelas ini,” Jawabnya. Mendengar semua itu, membuat air mataku semakin
mengalir deras, perasaanku semakin tak menentu. “Bukankah kamu berkuliah di
Amerika, tidak mungkin kamu ada sini?” ucapku. “Ya, aku memeng kuliah di sana,
tapi saat ini aku ada di sini” ucap Harry ”jadi yang kulihat kemarin itu benar
Harry” ucapku dalam hati. “Bagaiman mungkin kau mengenaliku Harry setelah
sekian lama kita tidak bertemu?” tanyaku “tidak ada orang lain yang mau datang
ke sekolah selama hari libur, selain orang itu menyimpan kisah tersendiri di
sini. Meskipun tidak bertemu denganmu tapi wajahmu masih teringat olehku” jawab
Harry. Akupun hanya biasa diam mendengar apa yang diucapkannya.
“Harry, apakah kamu masih
mengingat semua peristiwa yang terjadi di sini?” tanyaku. “Ya aku masih
mengingat semuanya” jawab Harry. “Apakah kau pernah mencoba untuk
melupakannya?” lanjutku, “Aku sudah sering mencoba untuk melupakan semua
kejadian menyakitkan tersebut, namun bayangan itu selalu menghantuiku” Jawabnya
”Lihatlah dua kursi itu, kamu
mengingatnya?” tanya Harry, aku mengalihkan pandangan ke arah kursi yang di
tunjuk Harry, kursi tempat aku dan Harry duduk saat kami belajar di kelas
ini.“Di kursi ini kita sering bersenda gurau, bahkan tak jarang kita berkelahi
hanya karena masalah sederhana” jelasku dengan air mata yang terus mengalir.“Kursi
ini sangat indah” tagas Harry. “Indah? Menurutmu kursi ini indah? Tanya ku
dengan suara terbata-bata, “ya, semua peristiwa yang terjadi di kursi ini
sangat indah” jawab Harry, mendengar jawaban Harry tersebut semakin membuatku
merasa bersalah .
Sebuah kotak berwarna
putih yang terletak di atas lemari tua, yang tampaknya sudah tidak digunakan
lagi menarik perhatianku. Perlahan kulangkahkan kaki menuju kotak itu, dengan
perlahanku mencoba mengambil dan membukanya sambil ku melihat ke arah Harry yang
seakan-akan mengisyaratkanku untuk membukanya. Di dalamnya bertumpuk beberapa
lipatan kertas putih, aku mengambil tumpukan kertas putih itu. “ benda itu
milikku, silahkan kamu baca yang terulis di tumpukan kertas itu!” ucap Harry. Mendengar
ucapan Harry tersebut membuat ku bertanya dalam hati “apakah surat-surat ini
ada hubungannya denganku?”. “Bacalah dari tumpukan surat yang paling bawah!”
lanjut Harry. Akupun mengambil kertas yang paling bawah dari tumpukan kertas
tersebut dan mulai membuka lipatanya serta membacanya.
“Tahun pertama ku datang
ke kembali ke sekolah ini, setelah kemarin kita berpisah, dan memulai hidupku
di Amerika, masih tergambar jelas dalam pikiranku senyum terakhirmu dan senda
gurau yang sering kita lakukan. Ku ingin bersenda gurau denganmu saat ini, ku
ingin melihat senyummu sekali lagi, namun apakah itu mungkin?” isi surat
pertama yang ku baca dalam dalam hati. “ Tahun kedua ku datang kembali, telah
lewat setahun ku lalui hari-hari ku tanpa melihatmu dan tanpa mengetahui
keberadaanmu. Tak seperti biasanya setiap hari aku dapat bertemu denganmu di
tempat ini, meskipun kamu tak menghiraukanku, itu tak masalah bagiku, selang
setahun kita tidak betemu apakah kamu masih mengingatku?” Isi surat kedua yang aku
baca. Lanjut aku membaca surat yang ketiga dengan air mata yang terus mengalir.
“Tahun ketiga ku kembali, masih membawa perasaan yang sama seperti pertama kali
aku berpisah denganmu. Telah dua tahun berlalu aku masih tidak bertemu denganmu,
saat aku ingin melupakan, semakin aku teringat semua peristiwa itu meskipun
menyakitkan bagiku, terkadang aku sendiri bingung, kamu telah menyakitiku namun
mengapa hingga saat ini aku masih menginginkan dirimu agar berada disini.”
Tulis Harry pada suratnya yang ketiga. Semakinku baca isi surat-surat tersebut
semakin menyesakkan hatiku, “betapa jahatnya aku padanya” ucap ku dalam hati,
aku membenci diriku sendiri dengan semua keadaan ini. Aku melanjutkan membaca
isi surat yang keempat “ Tahun keempat aku kembali di tempat ini, tempat yang
sangat berkesan dalam hidupku, meskipun di tempat ini juga mengoreskan luka
dalam hatiku, seringku berpikir mengapa aku harus selalu kembali di tempat ini
jika tempat ini hanya mengingatkanku pada peristiwa-peristiwa yang menyakitkan
itu, namun pikiranku tersebut dapat dikalahkan oleh keinginan ku untuk dapat
melihatmu kembali di tempat ini, aku berharap waktu akan mempertemukan kita
kembali” tulis Harry pada suratnya yang ke keempat. Ku melanjutkan untuk membaca
isi surat yang terakhir “sekali lagi ku kembali ke tempat ini dengan membawa
harapan yang sama yakni aku dapat bertememu dengan mu, ku dapat melihat kembali
senyummu, dan ku harap aku dapat menulis surat di tahun berikutknya denganmu di
sampingku, aku berusaha untuk meyakinkan diriku sendiri bahwa suatu saat nanti aku
dapat melihatmu kembali, dan menyampaikan apa yang selama ini tidak sempat aku
sampaikan padamu Miranti” tulis Harry dalam suratnya yang terakhir. Melihat
tertera nama Miranti pada akhir surat tersebut membuatku bertanya dalam hati
apakah yang di maksud Harry adalah aku? Tanya ku dalam hati. Tiba-tiba terdengar
suara Harry “kamu telah membacanya,aku yakin kamu telah tahu apa yang aku
maksud dalam surat-surat tersebut” ucap Harry yang berdiri di hadapanku.
“Harry..!” seruku dengan suara pelan “Ya, yang ku maksud dalam surat-surat itu
adalah diri mu, setiap tahunnya aku kembali ke Indonesia dan berkunjung ke
tempat ini untuk menulis surat-surat tersebut” lanjut Harry, mendengar ucapan
Harry tesebut membuatku semakin merasa bersalah dan aku tidak dapat berkata
apapun, hanya air mata yang membasahi wajahku.
Harry mulai melangkahkan
kakinya menuju ke luar ruang kelas, “Tak ku sangka setelah 14 tahun kita
berpisah tanpa ku tahu keberadaanmu, kabarmu, bahkan ku telah berhenti menulis
surat-surat itu karena aku merasa semua yang aku tulis hanyalah harapan hampa,
ternyata, di saat ini ku dapat melihatmu kembali secara nyata bukan hanya
sekedar banyanganmy, dan harapanku untuk dapat melihatmu kembali telah
terpenuhi” ucap Harry. “Harry, maafkan aku, aku sangat menyesal, bahkan aku
sering mengingat semua itu, selama ini aku selalu hidup dalam rasa bersalah dan
penyesalanku, mengapa aku harus tahu perasaanmu itu saat kamu telah pergi, dan
aku mengetahui dari orang lain bukan dari mu, Harry” balasku sambil mengusap
air mataku. “Aku akui, bahwa aku tidak berani menggungkapkan semua perasaanku
saat itu, aku takut kamu akan menjauhiku jika kamu tahu aku menyukai mu!” ucap
Harry. Aku tidak dapat berkata apapun saat ku mendengar apa yang diucapkan
Harry yang ada dalam pikiranku betapa baiknya Harry, sedangkan aku hanya
membuat luka dalam hatinya. “saat itu aku tidak memiliki keberanian seperti
teman-temanmu yang lain, yang dapatku lakukan hanyalah menatapmu dari kejauhan
dan memebelamu secara diam-diam meskipun demikian aku sangat ingin melindungimu
“ lanjut Harry. “Harry maafkan aku, karena selama ini ku tak menyadari semua
itu, dan aku pun hanya bisa diam dengan perasaan yang berusahaku tutupi”
balasku dengan suara terbata-bata. “Harry aku tahu kamu pasti membenciku, tapi
aku minta maaf, meskipun aku tahu kamu
sulit untuk melakukannya.” Pintaku. “Membencimu pernah tersirat dalam pikirannku,
namun itu semua mampu tertutupi oleh perasaanku terhadapmu, sehingga memaafkanmu
adalah sesuatu yang mudah bagiku Miranti” ucapan Harry. Ucapan Harry tersebut
semakin meyakinkanku bahwa ia adalah orang yang sangat baik.
Harry dan aku pun
berjalan menuju ke halaman sekolah, tempat pertama kali aku dan dia bertemu.
“Terima kasih karena telah kembali di sini, memberi ku kesempatan untuk
melihatmu kembali” ucap Harry “akulah yang seharunya berterima kasih, karena
kamu telah memaafkanku, kamu memberiku sebuah pelajaran besar, yang mungkin
takkan aku dapatkan jika tak bertemu dengamu” balasku. Kamipun mengabiskan
waktu di tempat yang berkesan tersebut dengan mengenang semua
peristiwa-peristiwa yang sempat kita lalui bersama, seakan waktu memberi
kesempatan untuk mengulang kembali kisah yang menyakitkan tersebut, namun saat
ini kisah tersebut menjadi sebuah kisah yang penuh bahagia.
“Terima kasih karena
telah mengajarkanku pentingnya kehadiran dirimu, dengan berpisah denganmu aku
menyadari akan pentingnya mengahargai keberadaan seseorang dan membantuku untuk
mempercayai bahwa adanya sebuah kesempatan kedua” balasku dengan suara yang
penuh dengan kebahagiaan. ”Aku akan selalu ada untuk untuk mu, aku akan dengan
berani membelamu secara langsung” lanjut Harry dengan senyum yang terlukis di
wajahnya sama seperti yang terakhir kali aku melihatnya.” Kini semua pertanyaan yang sejak lama tesirat dalam
pikiranku telah terjawab” gumamku dalam hati, diiringi dengan kicauan burung
yang hinggap di atas pohon tempat kami bernaung.