Jumat, 18 Oktober 2013

Cerpen


Perpisahan Mengajarku Arti Hadirmu

 “Mengapa waktu berjalan begitu cepat?  Dapatkah masa-masa indah itu terulang kembali? mengapa kamu begitu cepat menjauh dariku? Mengapa kamu pergi tanpa memberi kesempatan bagiku untuk menyampaikan penyesalanku karena tidak pernah menghiraukan kehadiranmu?”  Seringku berpikir aku adalah orang yang jahat bagimu. Akupun tak jarang menyalahkan diriku sendiri “mengapa aku tak menganggapnya, mengapa perhatianku hanya tertuju pada orang lain yang belum tentu saat itu memiliki perasaan yang sama denganku?”  pertanyaan ini selau muncul dalam benakku.  Sifat yang pendiam dan tetutup itulah yang ku kenal dari dirimu. setiap tingkah lakumu membuatku selalu berpikir ”apa yang dimaksudnya?” Hal ini membuatku terperangkap dalam ketertutupan dirimu, sehingga membawaku untuk memulai sebuah cerita hidup yang tidak pernahku tahu akhirnya. Sifat ini juga yang membuatku terpuruk dalam suatu penyesalan besar dalam hidupku dimana arti kehadiranmu tidak pernah kutanggapi sebelumnya. “Haruskah aku menyalahkanmu karena kamu tak pernah mengakui perasaanmu itu?, atau aku yang tidak pernah menyadarinya? Hingga akupun harus tetap memendam perasaanku? Akankah kita akan mendapatkan kesempatan kedua? Atau takdir menginginkan kita untuk hanya dapat memendam rasa ini?”
Sinar matahari pagi, secara langsung mendarat di mataku, seakan ingin menyadarkanku dari tidur. Hari ini adalah jadwalku untuk masuk kuliah, dan bahkan hari ini aku akan mempresentasikan hasil tugasku. “Miranti...Miranti..” terdengar suara ibu yang memanggilku sekedar mengingatkanku agar tidak terlamabat. Dengan segera aku mempersiapkan segala keperluanku. “Miranti sarapan dulu!” seru ibu dari ruang makan,”Tidak perlu bu, Miranti makan diluar saja, aku hampir terlambat” balasku dengan tergesa-gesa. Akupun pergi ke kampus dengan berlari-lari kecil.
“Miranti, kenapa kamu terlambat?” tanya dosenku dengan tatapan marah, “maaf bu, tadi malam saya mengerjakan tugas hingga larut malam dan paginya saya terlambat bangun” balasku dengan suara terbata-bata. “Sebagai hukumannya kamu orang pertama mempresentasikan hasil tugasmu!”seru dosen tersebut “Baik bu” jawabku. Akupun mempresentasikan tugasku dengan percaya diri. “Uhm...akhirnya selesai tugasku” gumamku dalam hati.
Ditengah perjalanan pulang, dengan tak sengaja mataku tertuju pada seorang pria yang tampaknya tak asing bagi ku. “Apakah itu dia?” tanya ku dalam hati, tapi kembali ku berpikir itu mustahil, karena ku tahu dia tidak mungkin berada di sini. Selama perjalanaan pulang ke rumah aku memikirkan hal yang sama. Pria tersebut kembali mengingatkanku akan masa lalu yang  selama ini membuatku  terpuruk dalam penyesalan. Perasaan tersebut membuat ku ingin kembali mengenang peristiwa di masa lalu. “ku ingin kembali melihat tempat itu” ucapku dalam hati, aku sendiri bingung dengan perasaanku, selama ini aku sangat tidak ingin mengunjungi tempat itu, karena hanya akan menambah rasa penyesalanku, akupun termenung dalam pemikiranku hingga membawaku telelap dalam tidur.
Hari itupun datang, hari dimana ku akan melihat kembali kisah yang penuh tanda tanya dan bahkan meyesakkan hati dengan harapan aku dapat melihatnya disana, meskipun ku tahu itu jauh dari mungkin. Sejak terbitnya matahari pagi akupun telah bergegas mempersiapkan diri, selama perjalanan sempat muncul keraguan dalam benakku, namun aku berusaha untuk menghilangkannya. Perasaanku semakin tak menentu, saat aku mulai mendekati tempat itu. Tempat aku menerima pendidikan menjadi tempat yang sangat berkesan dalam hidupku.
Kulangkahkan kaki menyusuri lorong sekolah yang sangat tidak asing bagiku, aku merasakan semua sisi dari sekolah ini menyimpan kenangannya tersendiri. Kembali kulangkahkan kaki ku hingga langkahku terhenti tepat di ruangan kelasku dulu. “ ini masih sama persis seperti yang dulu” ucapku. Hal ini membuatku semakin teringat akan kisah masa laluku. Sejenak akupun terdiam merenung semuanya, semua kejadian di masa ku bersekolah, seolah-olah tergambar jelas.Tidak sadar aku mulai meneteskan air mata saat ku mengingat semuanya, berulangkali aku mengusapnya, namun kembali mengalir. Berada di tempat ini membuat rasa penyesalanku semakin mendalam.
Tiba-tiba dari luar, terdengar langkah kaki seseorang, hal tersebut sempat membuat ku ketakutan “Bukankah hari ini hari libur?” pikirku. “Siapa kamu?” terdengar suara dari belakang. Akupun membalikkan badan, dan tampak didepan ku seorang Pria dengan tubuh tinggi dan tegap sambil membawa sebuah surat di tangannya. “Bukankah dia Pria yang tadi?” tanya ku dalam hati. “Maaf saya hanya berkunjung di sini, dan saya tidak akan membuat kekacauan” ucapku,  pria tersebut hanya menatapku tanpa berkata apapun. “Saya akan segera pergi” lanjutku. Akupun melangkah untuk pergi. “ Apa kamu masih mengingat tempat ini hingga kamu datang ke sini? Tanya pria tersebut. Seketika langkahku pun terhenti saat mendengar hal tersebut. “Apakah tempat ini menyimpan kenangan yang bagimu?, Apakah kamu masih mengingat senda gurau 2 anak yang duduk di kursi paling belakang, Miranti?” Lanjut pria tersebut. Mendengar semua pertanyaan yang diucapkan pria tersebut, aku tidak dapat berkata apapun, tubuh ku terasa kaku, hanya air mata yang terus mengalir mengingat semua kejadian yang diceritankanya. “Apakah haparanku akan terwujud? Apakah dia Harry?” Ucapku dengan suara pelan. “Apakah kamu tidak berani menatapku Miranti?”. Akupun memberanikan diri dan membalikkan badan, “Aku Harry” ucapnya “Harry?” balasku. “Ya aku Harry, teman sekelasmu yang duduk di depanmu di kelas ini,” Jawabnya. Mendengar semua itu, membuat air mataku semakin mengalir deras, perasaanku semakin tak menentu. “Bukankah kamu berkuliah di Amerika, tidak mungkin kamu ada sini?” ucapku. “Ya, aku memeng kuliah di sana, tapi saat ini aku ada di sini” ucap Harry ”jadi yang kulihat kemarin itu benar Harry” ucapku dalam hati. “Bagaiman mungkin kau mengenaliku Harry setelah sekian lama kita tidak bertemu?” tanyaku “tidak ada orang lain yang mau datang ke sekolah selama hari libur, selain orang itu menyimpan kisah tersendiri di sini. Meskipun tidak bertemu denganmu tapi wajahmu masih teringat olehku” jawab Harry. Akupun hanya biasa diam mendengar apa yang diucapkannya.
“Harry, apakah kamu masih mengingat semua peristiwa yang terjadi di sini?” tanyaku. “Ya aku masih mengingat semuanya” jawab Harry. “Apakah kau pernah mencoba untuk melupakannya?” lanjutku, “Aku sudah sering mencoba untuk melupakan semua kejadian menyakitkan tersebut, namun bayangan itu selalu menghantuiku” Jawabnya
”Lihatlah dua kursi itu, kamu mengingatnya?” tanya Harry, aku mengalihkan pandangan ke arah kursi yang di tunjuk Harry, kursi tempat aku dan Harry duduk saat kami belajar di kelas ini.“Di kursi ini kita sering bersenda gurau, bahkan tak jarang kita berkelahi hanya karena masalah sederhana” jelasku dengan air mata yang terus mengalir.“Kursi ini sangat indah” tagas Harry. “Indah? Menurutmu kursi ini indah? Tanya ku dengan suara terbata-bata, “ya, semua peristiwa yang terjadi di kursi ini sangat indah” jawab Harry, mendengar jawaban Harry tersebut semakin membuatku merasa bersalah .
Sebuah kotak berwarna putih yang terletak di atas lemari tua, yang tampaknya sudah tidak digunakan lagi menarik perhatianku. Perlahan kulangkahkan kaki menuju kotak itu, dengan perlahanku mencoba mengambil dan membukanya sambil ku melihat ke arah Harry yang seakan-akan mengisyaratkanku untuk membukanya. Di dalamnya bertumpuk beberapa lipatan kertas putih, aku mengambil tumpukan kertas putih itu. “ benda itu milikku, silahkan kamu baca yang terulis di tumpukan kertas itu!” ucap Harry. Mendengar ucapan Harry tersebut membuat ku bertanya dalam hati “apakah surat-surat ini ada hubungannya denganku?”. “Bacalah dari tumpukan surat yang paling bawah!” lanjut Harry. Akupun mengambil kertas yang paling bawah dari tumpukan kertas tersebut dan mulai membuka lipatanya serta membacanya.
“Tahun pertama ku datang ke kembali ke sekolah ini, setelah kemarin kita berpisah, dan memulai hidupku di Amerika, masih tergambar jelas dalam pikiranku senyum terakhirmu dan senda gurau yang sering kita lakukan. Ku ingin bersenda gurau denganmu saat ini, ku ingin melihat senyummu sekali lagi, namun apakah itu mungkin?” isi surat pertama yang ku baca dalam dalam hati. “ Tahun kedua ku datang kembali, telah lewat setahun ku lalui hari-hari ku tanpa melihatmu dan tanpa mengetahui keberadaanmu. Tak seperti biasanya setiap hari aku dapat bertemu denganmu di tempat ini, meskipun kamu tak menghiraukanku, itu tak masalah bagiku, selang setahun kita tidak betemu apakah kamu masih mengingatku?” Isi surat kedua yang aku baca. Lanjut aku membaca surat yang ketiga dengan air mata yang terus mengalir. “Tahun ketiga ku kembali, masih membawa perasaan yang sama seperti pertama kali aku berpisah denganmu. Telah dua tahun berlalu aku masih tidak bertemu denganmu, saat aku ingin melupakan, semakin aku teringat semua peristiwa itu meskipun menyakitkan bagiku, terkadang aku sendiri bingung, kamu telah menyakitiku namun mengapa hingga saat ini aku masih menginginkan dirimu agar berada disini.” Tulis Harry pada suratnya yang ketiga. Semakinku baca isi surat-surat tersebut semakin menyesakkan hatiku, “betapa jahatnya aku padanya” ucap ku dalam hati, aku membenci diriku sendiri dengan semua keadaan ini. Aku melanjutkan membaca isi surat yang keempat “ Tahun keempat aku kembali di tempat ini, tempat yang sangat berkesan dalam hidupku, meskipun di tempat ini juga mengoreskan luka dalam hatiku, seringku berpikir mengapa aku harus selalu kembali di tempat ini jika tempat ini hanya mengingatkanku pada peristiwa-peristiwa yang menyakitkan itu, namun pikiranku tersebut dapat dikalahkan oleh keinginan ku untuk dapat melihatmu kembali di tempat ini, aku berharap waktu akan mempertemukan kita kembali” tulis Harry pada suratnya yang ke keempat. Ku melanjutkan untuk membaca isi surat yang terakhir “sekali lagi ku kembali ke tempat ini dengan membawa harapan yang sama yakni aku dapat bertememu dengan mu, ku dapat melihat kembali senyummu, dan ku harap aku dapat menulis surat di tahun berikutknya denganmu di sampingku, aku berusaha untuk meyakinkan diriku sendiri bahwa suatu saat nanti aku dapat melihatmu kembali, dan menyampaikan apa yang selama ini tidak sempat aku sampaikan padamu Miranti” tulis Harry dalam suratnya yang terakhir. Melihat tertera nama Miranti pada akhir surat tersebut membuatku bertanya dalam hati apakah yang di maksud Harry adalah aku? Tanya ku dalam hati. Tiba-tiba terdengar suara Harry “kamu telah membacanya,aku yakin kamu telah tahu apa yang aku maksud dalam surat-surat tersebut” ucap Harry yang berdiri di hadapanku. “Harry..!” seruku dengan suara pelan “Ya, yang ku maksud dalam surat-surat itu adalah diri mu, setiap tahunnya aku kembali ke Indonesia dan berkunjung ke tempat ini untuk menulis surat-surat tersebut” lanjut Harry, mendengar ucapan Harry tesebut membuatku semakin merasa bersalah dan aku tidak dapat berkata apapun, hanya air mata yang membasahi wajahku.  
Harry mulai melangkahkan kakinya menuju ke luar ruang kelas, “Tak ku sangka setelah 14 tahun kita berpisah tanpa ku tahu keberadaanmu, kabarmu, bahkan ku telah berhenti menulis surat-surat itu karena aku merasa semua yang aku tulis hanyalah harapan hampa, ternyata, di saat ini ku dapat melihatmu kembali secara nyata bukan hanya sekedar banyanganmy, dan harapanku untuk dapat melihatmu kembali telah terpenuhi” ucap Harry. “Harry, maafkan aku, aku sangat menyesal, bahkan aku sering mengingat semua itu, selama ini aku selalu hidup dalam rasa bersalah dan penyesalanku, mengapa aku harus tahu perasaanmu itu saat kamu telah pergi, dan aku mengetahui dari orang lain bukan dari mu, Harry” balasku sambil mengusap air mataku. “Aku akui, bahwa aku tidak berani menggungkapkan semua perasaanku saat itu, aku takut kamu akan menjauhiku jika kamu tahu aku menyukai mu!” ucap Harry. Aku tidak dapat berkata apapun saat ku mendengar apa yang diucapkan Harry yang ada dalam pikiranku betapa baiknya Harry, sedangkan aku hanya membuat luka dalam hatinya. “saat itu aku tidak memiliki keberanian seperti teman-temanmu yang lain, yang dapatku lakukan hanyalah menatapmu dari kejauhan dan memebelamu secara diam-diam meskipun demikian aku sangat ingin melindungimu “ lanjut Harry. “Harry maafkan aku, karena selama ini ku tak menyadari semua itu, dan aku pun hanya bisa diam dengan perasaan yang berusahaku tutupi” balasku dengan suara terbata-bata. “Harry aku tahu kamu pasti membenciku, tapi aku minta maaf, meskipun aku tahu  kamu sulit untuk melakukannya.” Pintaku. “Membencimu pernah tersirat dalam pikirannku, namun itu semua mampu tertutupi oleh perasaanku terhadapmu, sehingga memaafkanmu adalah sesuatu yang mudah bagiku Miranti” ucapan Harry. Ucapan Harry tersebut semakin meyakinkanku bahwa ia adalah orang yang sangat baik.
Harry dan aku pun berjalan menuju ke halaman sekolah, tempat pertama kali aku dan dia bertemu. “Terima kasih karena telah kembali di sini, memberi ku kesempatan untuk melihatmu kembali” ucap Harry “akulah yang seharunya berterima kasih, karena kamu telah memaafkanku, kamu memberiku sebuah pelajaran besar, yang mungkin takkan aku dapatkan jika tak bertemu dengamu” balasku. Kamipun mengabiskan waktu di tempat yang berkesan tersebut dengan mengenang semua peristiwa-peristiwa yang sempat kita lalui bersama, seakan waktu memberi kesempatan untuk mengulang kembali kisah yang menyakitkan tersebut, namun saat ini kisah tersebut menjadi sebuah kisah yang penuh bahagia.
“Terima kasih karena telah mengajarkanku pentingnya kehadiran dirimu, dengan berpisah denganmu aku menyadari akan pentingnya mengahargai keberadaan seseorang dan membantuku untuk mempercayai bahwa adanya sebuah kesempatan kedua” balasku dengan suara yang penuh dengan kebahagiaan. ”Aku akan selalu ada untuk untuk mu, aku akan dengan berani membelamu secara langsung” lanjut Harry dengan senyum yang terlukis di wajahnya sama seperti yang terakhir kali aku melihatnya.”  Kini semua pertanyaan yang sejak lama tesirat dalam pikiranku telah terjawab” gumamku dalam hati, diiringi dengan kicauan burung yang hinggap di atas pohon tempat kami bernaung. 

                                                                                                                      "Angelina N. Surian"



Gembok Cinta (Korea)